Jumat, 21 Desember 2018

KRITIK ARSITEKTUR TIPIKAL

KRITIK ARSITEKTUR TIPIKAL



Pengertian Kritik Tipikal
Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan  kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi.
  • Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jencks, Charles, “Meaning in Architecture’, New York: G. Braziller :
Type pemecahan standard justru disebut sebagai desain inovatif. Karena dengan ini problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya pada satu convensi (type standard) untuk mengurangi kompleksitas.
  • March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of Environment, Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipopolgis dapat ditunjukkan melalui tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright didasarkan atas bentuk curvilinear, rectalinear dan triangular untuk tujuan fungsi yang sama.
  • Kritik Tipikal diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan dan kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan lingkungan fisikElemen Kritik Tipikal
    Typical Criticsm didasarkan atas :
    1. 1.    Struktural (Struktur)
    Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan dikaitkan dengan lingkungan yang dibuat dengan material yang sama dan pola yang sama pula.
    –          Jenis bahan
    –          Sistem struktur
    –          Pemipaan
    –          Duckting dsb.
    1. 2.    Function (Fungsi)
    Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.
    –            Kebutuhan pada ruang kelas
    –            Kebutuhan auditorium
    –            Kebutuhan ruang terbuka dsb.
    1. 3.    Form (Bentuk)
    –            Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan
    untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
    –            Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu
    dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.
    –            Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk-bentuk bangunan yang monumental pada masa berikutnya.
    Menurut Mc. Donald (1976), The Pantheon, Cambridge: Harvard :
    Secara simbolis dan ideologis Pantheon dapat bertahan karena ia mampu menjelaskan secara memuaskan dalam bentuk arsitektur, segala sesuatunya secara meyakinkan memenuhi kebutuhan dan inspirasi utama manusia.  Melalui astraksi bentuk bumi dan imaginasi kosmos dalam bentuk yang agung. Arsitek Pantheon telah memberi seperangkat simbol transedensi agama, derajad dan kekuatan politik.

    Keuntungan Kritik Tipikal

    1. Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada tipe tertentu.
    2. Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
    3. Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi.
    4. Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama
    5. Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.

    Kerugian Kritik Tipikal

    1. Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
    2. Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
    3. Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
    4. Tidak memeiliki pemikiran yang segar
    5. Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan

    Akibat Kritik Tipikal

    1. Munculnya Semiotica dalam arsitektur,  satu bentuk ilmu sistem tanda (Science of
    sign systems) yang mengadopsi dari tipe ilmu bahasa. Walaupun kemudian banyak pakar menyangsikan kesahihan tipe ini. Dan menyebut Semiotica dalam arsitektur sebagai bentuk pseudo theoritic
    1. Munculnya Pattern Language sebagaimana telah disusun oleh Christoper Alexander
    2. Banyak penelitian yang mengarah pada penampilan bentuk bangunan
    3. Lahirnya arsitektur yang tidak memiliki keunikan dan bangunan secara individual.
STUDY KASUS


MUSEUM PERHUBUNGAN  ( TAMAN MINI INDONESIA INDAH )
Elemen Kritik Normatif
Kritik Tipikal
    • Gambar Museum Perhubungan di Taman Mini Indonesia Indah TMII 
      Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan  kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi.
      Museum Transportasi yang menjadi bagian dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) memang menjadi sarana edukasi mengenai dunia transportasi. Pengelola museum ini adalah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
      Pameran diselenggarakan di dalam dan di luar ruang. Pameran di dalam ruang dibagi dalam beberapa ruangan yang seolah-olah merupakan bangunan tersendiri, disebut modul; terdiri atas modul pusat, modul darat, modul laut, dan modul udara; baik dengan benda asli, tiruan, miniatur, foto, maupun diorama.
      • STRUKTURAL
      KRITIK          :   Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan dikaitkan dengan lingkungan yang dibuat dengan material yang sama dan pola yang sama pula.
      ??????????

      Gambar Struktural pada Museum Perhubungan Taman Mini Indonesia Indah ( TMII )
      Gambar diatas merupakan salah satu contoh Struktural Besi pada Museum Perhubungan yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ) terlihat sangat kuat dikarenakan Modul laut menggambarkan keberadaan dan layanan jasa transportasi laut yang telah menggunakan mesin, mencakup berbagai kapal penumpang, container, dok terapung, serta peralatan penunjangnya; dilengkapi paparan teknologi kelautan dengan berbagai jenis kapal laut, prasarana yang ada dewasa ini, serta peralatan penunjang lain.
      • FUNCTION ( FUNGSI )
      KRITIK          :  Seturut catatan terkumpul, pendirian museum pada di atas lahan seluas 6,25 hektare ini bertujuan mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan bukti sejarah dan perkembangan transportasi, serta perannya dalam pembangunan nasional. Tentu saja, museum ini pun memiliki fungsi rekreasi.
      Kebutuhan ruang terbuka sangat diperlukan karena dalam Museum Perhubungan banyak menampilkan berbagai jenis lokomotif generasi pertama Perusahaan Kereta Api Indonesia, termasuk rel kereta api dan terowongan, Kereta Api Luar Biasa (KLB) yang digunakan Presiden dan Wakil Presiden Rl Pertama Soekarno-Hatta pada waktu Pemerintah RI hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta, bis yang pernah dioperasikan di Indonesia, serta pesawat udara jenis DC-9 PK-GNT milik Garuda Indonesia yang pernah melayani penerbangan ke negara-negara Asean dan Australia. Di samping itu terdapat sebuah rangkaian kereta api, terdiri atas lokomotif dan dua gerbong kayu, sebagai sarana hiburan bagi pengunjung.

      • FORM ( BENTUK )
      Penilaian secara kritis dapat difokuskan pada Form atau bentuk. Bentuk Museum Perhubungan sangat menonjolkan atau dapat mencitrakan tentang perhubungan.
      Tetapi banyak salah satu tempat yang terdapat dalam museum tersebut yang kurang dijaga dan hanya dibiarkan kosong, sehingga menimbulkan seperti adanya ruang mati.

      Kritik  Terukur
      Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan arsitektural.
      • Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis dapat mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi arsitektur.
      • Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif dan terukur secara amtematis.
      • Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
      • Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
      1. Ukuran batas minimum atau maksimum
      2. Ukuran batas rata-rata (avarage)
      3. Kondisi-kondisi yang dikehendaki
      Contoh :
      Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa sandard normatif :
      –          Batas maksimal ketinggian bangunan
      –          Batas sempadan bangunan dan luas terbangun
      –          Batas ketinggian pagar yang diijinkan
      –          Standardisasi : Pencegahan kebakaran, batas maksmal toleransi reflektor curtainwall logam atau kaca, penangkal petir, penggunaan air bersih dsb.
      • Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma
      Contoh :
      Bagaimana Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam arsitektur dengan bisnis investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi harga-harga.
      • Norma atau standard yang digunakan dalam kritik terukur bergantung pada  ukuran minimum/maksimum, rata-rata atau kondisi yang dikehendaki yang selalu  merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
      • Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai berikut:
      1. Tujuan Teknis ( Technical Goals)
      2. Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
      3. Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)

      T u j u a n   T e k n i s
      Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara teknis
      Contoh :
      Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah :
      a.      Stabilitas Struktur
      –        Daya tahan terhadap beban struktur
      –        Daya tahan terhadap benturan
      –        Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
      –        Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
      b.      Ketahanan Permukaan Secara Fisik
      –       Ketahanan permukaan
      –       Daya tahan terhadap gores dan coretan
      –       Daya serap dan penyempurnaan air
      c.       Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
      –       Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
      –       Timbunan debu yang mungkin menempel
      –       Kemudahan dalam penggantian terhadap elemen-elemen yang rusak
      –       Kemudahan dalam pemeliharaan baik terhadap noda atau kerusakan teknis dan alami.
      T u j u a n   F u n g s i o n a l
      Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan aktifitas yang khusus maka ruang harus dipenuhi melalui penyediaan suatu area yang dapat digunakan untuk aktifitas tersebut
      Pertimbangan yang diperlukan :
      –          Keberlangsungan fungsi dengan baik
      –          Aktifitaskhusus yang perlu dipenuhi
      –          Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan
      –          Kemudahan-kemudahan penggunaan,
      –          Pencapaian dan sebagainya.
      Tujuan Perilaku
      Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap individu. Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
      Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in Carson, Daniel,(ed) “Man-Environment Interaction-5” Environmental Design Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen perilaku dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon yang dituju :
      1.         Persepsi Visual Lingkungan Fisik
      Menunjuk pada persepsi visual aspek-aspek bentuk bangunan. Bahwa bentuk-bentuk visual tertentu akan berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
      2.         Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
      Hal ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa seseorang terhadap berbagai ragam objek atau situasi
      Hal ini dapat dipandang sebagai dasar untuk mengevaluasi variasi penerimaan atau penolakan lingkungan lain terhadap keberadaan bangunan yang baru.
      3.           Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara langsung dari perilaku manusia.
      Dalam skala luas definisi ini berdampak pada terbentuknya pola-pola tertentu (pattern) seperti : Pola pergerakan, jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok sosial dsb.
      Dalam skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia terhadap keberadaan furniture, mesin atau penutup permukaan.
      Teknik pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui survey instrumen-instrumen tentang sikap, mekanisme simulasi, teknik interview, observasi instrumen, observasi langsung, observasi rangsangan sensor.
      • TERUKUR
      KRITIK          :  Di sana banyak loko uap dan beberapa bagian dari komplek museum tranportasi tidak terawat padahal dari segi scenery dan koleksi museum, kereta api sangat mendominasi , para sesepuh mesin baja itu dibiarkan berkarat.
      Loko Uap yang terdapat pada Museum Perhubungan Taman Mini Indonesia Indah ( TMII )
      Museum Transportasi dikelola oleh Departemen Perhubungan. Masalah klasik adalah minimnya dana perawatan untuk museum, karena banyak benda yang harus dirawat di sana. Khusus untuk obyek kereta api, adalah tanggung jawab kita sebagai rail fan untuk turut menjaga aset-aset tersebut.

Minggu, 25 November 2018

KRITIK INTERPRETATIF ARSITEKTUR


KRITIK INTERPRETATIF ARSITEKTUR


  • PENGERTIAN KRITIK INTERPRETATIF
Kritik Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.
3 meotde kritik interpretatif :
A. Kritik Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).
B. Kritik Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.
C. Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya.

  • Dalam studi kasus ini, saya ingin menggunakan metode kritik interpretif, dan menggunakan salah satu dari teknik kritik interpretif, yaitu menggunakan metode kritik evokatif.

    Studi kasus: Masjid Al – Irsyad, kota baru Parahyangan, Bandung.

    Masjid Al-Irsyad
    Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan dimulai pembangunannya pada hari Senin, 7 September 2009 bertepatan dengan 17 Ramadhan 1430 H (Nuzulul Quran), dan diresmikan pada bulan Agustus 2010. Masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas 1 Ha yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan  dengan Al Irsyad Satya Islamic School (berafiliasi dengan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah of Singapore) sebuah sekolah Islam international yang ada di Kota Baru Parahyangan. Bangunan masjid dapat menampung 1500 jamaah. Menurut Ridwan Kamil, arsitek mesjid Al-Irsyad ini, bentuk mesjid berupa kubus sederhana tersebut terinspirasi oleh Ka'bah yang ada di Masjidil Haram. Fasad Masjid ini merupakan susunan concrete block yang membentuk kaligrafi kalimat As-Syahadah.
    Masjid Al Irsyad meraih Penghargaan "The Best 5 World Building of The Year 2011 untuk kategori Bangunan Religi, versi Archdaily & Green Leadership Award tahun 2011 dari BCI Asia.
  • Panorama pegunungan tersebut memperlihatkan superioritas kebesaran alam. Siapa pun yang tengah bermunajat ke hadapan-Nya dan melihat pemandangan tersebut akan merasa sangat kecil sehingga diharapkan manusia agar selalu rendah hati.

  • Untuk bagian ekteriornya, bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar layaknya bentuk bangunan Kabah di Masjidil Haram, Arab Saudi. Menurut sang arsitek dalam berbagai media, kubah hanya bagian dari identitas budaya, sehingga beliau lebih memilih untuk menampilkan identitas keislaman melalui kalimat syahadat raksasa. Kalimat ini ditampilkannya melalui susunan bata pembentuk dinding masjid.
    Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dinding masjid. Jika dicermati, kisi-kisi dinding dengan susunan bata bolong ini membentuk dua kalimat syahadat dalam huruf Arab. Teknik ini menjadikan tubuh bangunan layaknya sebuah seni kaligrafi tiga dimensi dengan ukuran yang sangat besar.
  • Selain itu, kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai penerangan yang bersifat bolak-balik dan sangat artistik. Siang hari, cahaya alami matahari akan menembus ke ruang dalam. Pada momen ini, cahaya tersebut terlihat seperti sebuah elemen digital yang membentuk dua kalimat syahadat. Pada malam hari cahaya dari dalam masjid akan memancar keluar, membentuk kaligrafi syahadat yang berpencar.
    Tidak dapat dipungkiri, masjid ini adalah satu mahakarya seni bangunan kontemporer yang mendobrak pakem- pakem tradisi bentuk masjid. Jadi tidak heran masjid ini terkenal sampai belahan dunia dan sang perancangpun berhasil membuat sebuah maha karya besar bagi perkembangan seni arsitek di Indonesia. Disaat bulan Ramadhan seperti saat ini banyak orang dari berbagai daerah yang dengan sengaja untuk singgah ke Masjid Al-Irsyad, beri’tikaf, melakukan ibadah Ramadhan, dan tak lepas dari pengunjung untuk mengabadikan keindahan bangunan masjid sembari berphoto-photo dan menikmati keindahan lingkungan sekitar masjid. Jadi setelah disebutkan beberapa keterangan mengenai Masjid Al-Irsyad tadi, tak ada lagi alasan bagi warga Bandung untuk mengenal dan tau akan keberadaan masjid fenomenal ini.

  • KRITIK EVOKATIF
    Massa Bangunan, Eksterior
    Dari desain masjid Al – Irsyad yang berbentuk kotak/ kubus, dan tidak digunakan nya atap dome/kubah, seperti umumnya bentuk dan ciri khas masjid di Indonesia.
Memberikan warna baru dan pembeda terhadap gaya arsitektur masjid yang pada umumnya identik dengan atap dome/ kubah.

Dan juga fasad masjid yang cukup unik yang berlubang-lubang, jika diamati membentuk lafadz dua kalimat syahadat, sungguh menggugah hati kaum muslim yang berkunjung/ melihat nya, dari desain fasad masjid nya saja,sudah menambah nilai dan semangat spritualitasnya. Bahkan sebelum masuk kedalam masjidnya.

Interior



Diatas adalah gambar – gambar interior Masjid Al – Irsyad, dapat kita lihat dan amati, desain interior yang sangat baik, pencahayaan dan pemilihan warna yang dramatis, seolah – olah kita sangat dekat dengan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, menciptakan efek dan nilai spritualitas yang tinggi dalam masjid ini.

Adanya kolam didalam masjid dan posisinya mengitari di sekeliling jamaah yang sholat, dan di depan imam masjid, yang menciptakan efek dan rasa tenang dengan suara gemericik dan aliran air yang tenang, dan  ada sebuah benda bulat berwarna putih cerah bertuliskan ALLAH sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, dilatar belakangi dengan pemandangan pegunungan hijau yang indah, menunjukan sebagian kebesaran-NYA, sungguh menciptakan efek dramatis dan nilai spritualitas yang kuat dalam masjid tersebut.

sumber: 
http://www.urbane.co.id/
https://www.gomuslim.co.id/read/khazanah/2016/12/16/2610/masjid-al-irsyad-masjid-kubus-artistik-dan-futuristik-kebanggaan-kota-kembang.html
https://2dheart.wordpress.com/2012/06/05/masjid-al-irsyad-di-kota-baru-parahyangan-bandung/

Minggu, 28 Oktober 2018

ANALOGI dalam Arsitektur 

(Konsep desain Arsitektur)


Analogi merupakan Konsep yang berdasarkan pada "kemiripan secara visual" dengan sesuatu yang lain, bisa bangunan lain, hal-hal yang terdapat pada alam, maupun benda-benda hasil buatan tangan maupun pemikiran manusia. 

 Desain analogi memerlukan penggunaan beberapa medium sebagai sebuah gambaran untuk menerjemahkan keaslian kedalam bentuk-bentuk barunya. Seperti halnya gambar, model, atau program computer akan digunakan sebagai contoh gambaran dasar bagi seorang desainer demi memudahkan jalannya proses desain.

Dengan demikian suatu desain akan mengalami transformasi analogical ketika desain tersebut memiiki kriteria penggambaran tentang sesuatu hal. Hal ini dapat berupa benda, watak ataupun suatu kejadian.

Desain analogical pada prinsipnya adalah menggambarkan visual analogi ke dalam solusi "permasalahan desain"...


Analogi Yang Digunakan Dalam Teori Arsitektur

Dalam memandang aresitektur para ahli teori seringkali membuat analogi-analogi dengan menganggap arsitektur sebagai sesuatu yang ‘organis’, arsitektur sebagai ‘bahasa’, atau arsitektur sebagai ‘mesin’. Secara singkat analogi-analogi yang seringkali digunakan untuk menjelaskan arsitektur adalah sebagai berikut :

Analogi Matematis

Beberapa ahli teori menganggap bahwa bangunan-bangunan yang dirancang dengan bentuk-bentuk murni, ilmu hitung dan geometri (seperti golden section) akan sesuai dengan tatanan alam semesta dan merupakan bentuk yang paling indah. Prinsip-prinsip ini banyak digunakan pada bangunan jaman Renaissance.

Analogi Biologis

Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur sebagai analogi biologis berpendapat bahwa membangun adalah proses biologis…bukan proses estetis. Analogi biologis terdiri dari dua bentuk yaitu ‘organik’ (dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright). Bersifat umum ; terpusat pada hubungan antara bagian-bagian bangunan atau antara bangunan dengan penempatannya/penataannya. dan ‘biomorfik’. Lebih bersifat khusus. ; terpusat pada pertumbuhan proses-proses dan kemampuan gerakan yang berhubungan dengan organisme.

Arsitektur organik FL Wright mempunyai 4 karakter sifat ;
a. Berkembang dari dalam ke luar, harmonis terhadap sekitarnya dan tidak dapat dipakai begitu saja.
b, Pembangunan konstruksinya timbul sesuai dengan bahan-bahan alami, apa adanya (kayu sebagai      kayu, batu sebagai batu, dll).
c. Elemen-elemen bangunannya bersifat terpusat (integral).
d. Mencerminkan waktu, massa, tempat dan tujuan.
Secara asli dalam arsitektur istilah organik berarti sebagian  untuk keseluruhan – keseluruhan untuk sebagian. Arsitektur Biomorfik kurang terfokus terhadap hubungan antara bangunan dan lingkungan dari pada terhadap proses-proses dinamik yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perubahan organisme. Biomorfik arsitektur berkemampuan untuk berkembang dan tumbuh melalui : perluasan, penggandaan, pemisahan, regenerasi dan perbanyakan. Contoh : kota yang dapat dimakan (Rudolf Doernach), struktur pnemuatik yang bersel banyak (Fisher, Conolly, Neumark, dll).


Analogi Linguistik

Analogi linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada para pengamat dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut :

a. Model Tata bahasa
Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan tercapai jika ‘bahasa’ yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang dimengerti semua orang (langue).
b. Model Ekspresionis
Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yanng digunakan arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini arsitek menggunakan ‘bahasa’nya pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan mungkin juga tidak.
c. Model Semiotik
Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran semiotik tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu adalah gereja.



sumber:http://dveraux.blogspot.com/2015/01/analogi-konsep-desain-arsitektur.html
                    https://www.scribd.com/doc/296045735/Analogi-Dalam-Teori-Arsitektur